Kehilangan
akan sesuatu yang sangat berharga, sesuatu yang kita sayangi, ataupun sangat kita
cintai, sangatlah sukar untuk kita terima, kita lupakan, relakan, dan juga kita
ikhlaskan. Yup, hal inilah yang saya rasakan sampai saat ini.
Saya
mengerti, ikhlas itu berarti kita menerima takdir yang telah direncanakan oleh
Allah SWT, dan meyakini bahwa kita (manusia) adalah hamba-Nya yang harus selalu
yakin dengan segala kuasa-Nya, ketentuan-Nya, Kebesaran-Nya, dan segala-gala
yang dimiliki-Nya.
Saya
menyadari bahwa kehilangan itu adalah kembali kepada diri sendiri. Mengintrospeksi
diri, mungkin bukan hak milik, terlalu sombong, ujian, hukuman, teguran, jarang
beramal atau telah lupa kepada-Nya.
Saya
juga tahu, bahwa tidak perlu berlarut-larut dan tenggelam dengan kesedihan atau
kegalauan, berpikir positif, meyakini akan pengganti yang lebih baik, dan move
on.
Tapi
rasa kehilangan tidaklah sama, kehilangan memiliki rasa yang berbeda-beda.
Karena kehilangan punya sebab yang berbeda pula. Hilang karena diri sendiri,
atau hilang karena orang lain. Mungkin memang keduanya saling mempengaruhi, berasal
dari diri sendiri dan berpengaruh pada orang lain.
Jika
kehilangan yang disebabkan hanya dari diri sendiri, akan menimbulkan rasa
bersalah dan kesedihan yang mendalam, bahkan akan selalu menyalahkan diri
sendiri, dan tidak bisa memaafkan diri. Berbeda dengan kehilangan yang
disebabkan awalnya pada diri sendiri dan terjadi karena orang lain. Memang
sedikit berbeda, tapi rasa yang ditimbulkan sangatlah jauh dan lebih besar
perbedaannya. Adanya keterlibatan orang lain yang menyebabkan kehilangan itu,
dapat menambahkan rasa kebencian dan dendam. Hal inilah yang menjadi
permasalahan yang besar.
Hal
yang selalu saya takutkan adalah 'ingatan' dan 'kebencian'. Bagaimanapun sabar
dan tegarnya seseorang yang telah mencapai keikhlasan, tetap saja dia tidak
akan lupa akan kejadian yang pahit itu. Semuanya masih terekam jelas pada
ingatannya. Mungkin rasa sedih, kecewa, dan penyesalan bisa lebih mudah kita
redam. Namun rasa 'kebencian', ini yang sangat sulit untuk dihilangkan. Setiap
rekaman ingatan diputar kembali, maka kebencian juga akan hadir bersama ingatan
itu. Disaat kita teringat, seketika itu juga kebencian membayangi ingatan kita.
Saya
paham, bahwa seharusnya kita menutup rapat-rapat rasa kehilangan itu, dan
berusaha menjauhi segala hal yang dapat memunculkan kembali ingatan yang pahit
itu. Akan tetapi, semua itu hanya akan percuma. Karena ingatan itu pasti akan datang
di setiap harinya, di setiap kegiatan sehari-hari.
Jika
kesedihan telah pergi, rasa bersalah telah hilang, kesadaran telah menyentuh dan
keyakinan pun telah kokoh, sementara hanya ingatan yang masih tetap sama. Apakah
ini pantas dikatakan ikhlas?
0 comments:
Post a Comment